JAKARTA, TANIFAKTUAL.COM – Pernyataan anggota DPR RI Cucun Syamsurizal mengenai Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) menuai kegelisahan di berbagai kalangan. Wakil Sekretaris Jenderal HKTI Bidang Gizi, Muhammad Sirod, menilai komentar tersebut berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap kerja besar percepatan gizi nasional yang saat ini sedang dikebut pemerintah, Senin (17/11/2025).
Menurut Sirod, persoalan gizi tidak bisa diselesaikan dengan pandangan dangkal atau penilaian yang hanya melihat satu sisi masalah. Ia menegaskan bahwa SPPG adalah kerja teknis yang membutuhkan standar ketat, perhitungan matang, serta pengawasan berlapis.
“Program ini melibatkan banyak pihak, mulai dari penyedia bahan pangan hingga tenaga pendamping. Ketika ada komentar yang meremehkan proses ini, yang terancam bukan hanya kredibilitas program, tetapi juga kualitas layanan di lapangan,” ujar Sirod dalam keterangannya.
Ia menekankan bahwa kualitas sumber daya manusia yang mengelola SPPG tidak boleh dikompromikan. Di tengah pertumbuhan dapur gizi dan titik layanan yang berlangsung sangat cepat, pemerintah dan daerah harus memastikan bahwa seluruh SDM mendapatkan pelatihan yang memadai, sertifikasi yang jelas, dan proses rekrutmen yang transparan.
“Tanpa langkah itu, risiko munculnya SDM yang tidak siap akan semakin besar,” tegasnya.
Lebih jauh, Sirod menjelaskan bahwa percepatan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) turut memaksa seluruh rantai pendukung untuk bergerak cepat dan beradaptasi. Industri ayam, sayuran, buah meja, baja untuk ompreng, hingga konstruksi baja ringan harus menyiapkan kapasitas produksi untuk menjawab lonjakan kebutuhan di lapangan.
“Semua sektor pendukung harus bergerak serempak agar layanan gizi berjalan stabil dan tidak menimbulkan bottleneck,” tambah Sirod.
Ia juga menilai bahwa Badan Gizi Nasional (BGN) membutuhkan ruang untuk bekerja berdasarkan standar ilmiah yang kuat. Setiap kebijakan harus dirumuskan dengan merujuk pada data dan pemetaan kebutuhan, bukan opini spontan yang dapat mengaburkan arah kebijakan.
“Komentar publik dari pejabat bisa memengaruhi bagaimana daerah menafsirkan arahan pusat. Dalam program secepat MBG, persepsi publik harus dijaga dan diarahkan pada pemahaman yang benar,” ujarnya.
Sirod pun mengajak seluruh pihak untuk berhati-hati dalam memberikan pernyataan terkait SPPG, mengingat dampaknya bisa langsung berpengaruh pada kepercayaan publik dan efektifnya implementasi program gizi nasional. “Kita semua ingin anak-anak Indonesia mendapatkan layanan gizi terbaik. Untuk itu, akurasi dan kehati-hatian dalam berkomunikasi menjadi hal yang penting,” tutupnya.
(Emed Tarmedi)

