JAKARTA, TANIFAKTUAL.COM – Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menyatakan dukungan penuh terhadap keputusan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, yang membatalkan sebagian alokasi anggaran Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Langkah ini dinilai sebagai wujud kehati-hatian fiskal dan koreksi kebijakan yang tepat waktu agar pelaksanaan program tetap efektif, terukur, dan tidak membebani sistem di lapangan, Rabu (14/5/25).
Wakil Sekretaris Jenderal HKTI Bidang Gizi, Sirod, menilai keputusan tersebut bukan bentuk kemunduran, melainkan tindakan korektif yang menunjukkan tanggung jawab pemerintah terhadap tata kelola anggaran publik.
“Program sebesar MBG harus dijalankan dengan dasar operasional yang kuat. Keputusan pembatalan sebagian alokasi justru memastikan bahwa program ini berjalan realistis dan tidak menimbulkan ekspektasi tanpa kesiapan,” ujar Sirod.
Menurut data BGN, hingga awal Oktober 2025 realisasi anggaran MBG telah mencapai sekitar Rp 20 triliun dari pagu Rp 71 triliun, disalurkan melalui 13.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menjangkau sekitar 30 juta penerima manfaat.
Kepala BGN, Dadan Hindayana, menyebutkan bahwa penyerapan anggaran hingga akhir Oktober diperkirakan mencapai Rp 32 triliun, meningkat signifikan dari posisi September sebesar Rp 20 triliun.
“BGN bergerak dengan prinsip kehati-hatian. Setiap rupiah harus tepat sasaran, dengan pengawasan berlapis di tiap SPPG. Proyeksi Rp 32 triliun menunjukkan percepatan yang sehat, tanpa mengabaikan akuntabilitas,” kata Dadan.
Meski realisasi meningkat, lebih dari 70 persen anggaran masih belum terserap, menunjukkan perlunya penyesuaian agar mekanisme pelaksanaan tidak terbebani. HKTI menilai pembatalan sebagian alokasi adalah bentuk fairness fiskal, agar daerah yang belum siap dapat memperkuat kapasitas teknis terlebih dahulu.
“Saya kira Pak KaBadan sedang menyiapkan titik-titik SPPG di daerah 3T. Langkah ini memastikan ketertinggalan bisa dikejar tanpa menimbulkan pemborosan,” tambah Sirod.
Selain menjaga stabilitas anggaran, HKTI juga menyoroti dampak ekonomi positif dari MBG yang sudah berjalan. Keberadaan 13.000 SPPG telah menyerap bahan pangan lokal, tenaga dapur di desa, dan mendorong tumbuhnya UMKM penyedia bahan makanan.
Namun, Sirod mengingatkan bahwa perlu keseimbangan antara skala dan kesiapan. Pemaksaan realisasi tanpa infrastruktur memadai justru berisiko menimbulkan ketimpangan dan inefisiensi.
Sebagai mitra strategis pemerintah, HKTI sedang menyiapkan program ekonomi sirkular di titik-titik MBG aktif, mencakup pengelolaan limbah dapur menjadi kompos, pemanfaatan residu pangan, serta integrasi petani lokal sebagai pemasok bahan berkelanjutan.
“Dengan pendekatan ekonomi sirkular, MBG tidak hanya memberi makan gratis, tapi juga menggerakkan ekonomi lokal yang mandiri dan lestari, sejalan dengan visi Presiden Prabowo,” jelas Sirod.
Menurut HKTI, pembatalan sebagian alokasi justru membuka ruang fiskal baru untuk memperkuat aspek kualitas, seperti pembangunan dapur, pelatihan tenaga gizi, sertifikasi mutu dan higienitas pangan, serta penguatan sistem pelaporan.
“MBG harus tumbuh bukan hanya sebagai angka besar di APBN, tetapi sebagai program nyata yang memberi kualitas gizi, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat,” tutup Sirod.
(Emed Tarmedi)

