JAKARTA TANIFAKTUAL.COM h– Badan Gizi Nasional (BGN) resmi mengumumkan perluasan kriteria rekrutmen tenaga dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) guna memenuhi kebutuhan SDM yang terus meningkat seiring perkembangan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan perluasan layanan gizi nasional. Kebijakan ini disampaikan Kepala BGN, Dadan Hindayana, saat ditemui di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta Pusat, Rabu (3/12/2025).
Dalam pernyataannya, Dadan menegaskan bahwa selama ini BGN mengutamakan rekrutmen lulusan Ilmu Gizi. Namun berdasarkan evaluasi lapangan serta laporan dari daerah, jumlah lulusan gizi belum mencukupi untuk mengisi seluruh formasi tenaga dapur SPPG, terutama di wilayah-wilayah yang memiliki jumlah fasilitas besar namun minim tenaga profesional.
“Utamanya tetap ahli gizi. Tetapi sekarang kami buka juga untuk sarjana kesehatan masyarakat, sarjana teknologi pangan, sarjana pengolahan makanan, dan sarjana keamanan pangan,” jelas Dadan.
Dadan mengungkapkan, keterbatasan lulusan gizi menyebabkan sejumlah SPPG terpaksa melakukan rekrutmen secara kompetitif dan saling berebut tenaga ahli untuk memenuhi standar operasional.
Kondisi ini dinilai dapat menghambat kelancaran program pemerintah, khususnya saat BGN dituntut bergerak cepat dalam pelayanan gizi di daerah bencana, penyaluran MBG, ataupun pembukaan SPPG di wilayah terpencil.
“Di lapangan bahkan sudah terjadi rebutan antara SPPG untuk mendapatkan sarjana gizi,” ungkapnya.
“Makanya kemudian kita buka dari program studi lain supaya tidak terjadi rebutan dan agar layanan tetap berjalan.”
Kebijakan pembukaan formasi dari lima program studi diharapkan dapat memperluas suplai tenaga terampil, sekaligus memastikan bahwa standar kompetensi dasar tetap terpenuhi melalui pelatihan dan sertifikasi yang akan disiapkan BGN.
Dalam rekrutmen terbaru, BGN memasukkan lima program studi sebagai calon tenaga teknis SPPG, yaitu:
1. Ilmu Gizi (diutamakan)
2. Kesehatan Masyarakat
3. Teknologi Pangan
4. Pengolahan Makanan
5. Keamanan Pangan
BGN menilai kelima kompetensi tersebut saling terkait dan mampu mendukung operasional dapur yang memerlukan pemahaman tentang sanitasi makanan, keamanan pangan, pengolahan makanan bersih, serta manajemen gizi di tingkat masyarakat.
Kepala BGN menyampaikan bahwa kebutuhan tenaga dihitung langsung menurut jumlah SPPG yang saat ini beroperasi secara nasional. Tercatat, hingga Desember 2025 terdapat 16.630 SPPG yang tersebar di berbagai daerah. Dengan demikian, jumlah kebutuhan tenaga teknis juga mencapai angka yang sama.
“Satu tenaga per SPPG. Jadi kalau sekarang ada 16.630, ya butuh 16.630 tenaga,” tegas Dadan.
Angka tersebut dapat bertambah seiring perluasan pembangunan SPPG baru, terutama di wilayah terpencil, daerah rawan bencana, serta lokasi prioritas program MBG.
Dadan menjelaskan bahwa BGN tidak hanya memperkuat layanan melalui penataan SDM, tetapi juga melalui pengembangan infrastruktur gizi, efektivitas dapur SPPG, dan koordinasi lintas kementerian dalam program MBG.
Selama ini, SPPG menjadi ujung tombak penyediaan makanan bergizi baik dalam situasi normal maupun saat terjadi bencana, seperti banjir dan tanah longsor yang melanda Sumatera pada akhir tahun 2025.
Dalam musibah tersebut, ratusan SPPG turut diaktifkan untuk membantu penyediaan makanan siap saji kepada pengungsi. Bahkan BGN mengirim lebih dari 1.591 paket MBG ke wilayah yang terdampak berat.
Ketersediaan SDM yang cukup menjadi faktor kunci agar respons gizi dalam situasi darurat dapat dilakukan lebih cepat dan efektif.
Melalui kebijakan rekrutmen yang lebih inklusif, BGN berharap penguatan SDM dapat berjalan seimbang dengan peningkatan jumlah SPPG dan perluasan cakupan layanan MBG.
“Dengan lima program studi ini, ketersediaan tenaga mungkin bisa terpenuhi. Yang penting standar kompetensi tetap dijaga,” kata Dadan.
Di sisi lain, langkah ini juga memperluas peluang kerja bagi lulusan bidang kesehatan dan pangan, serta mendorong ekosistem pangan dan gizi nasional menjadi lebih adaptif terhadap tantangan kebutuhan masyarakat.
(Emed Tarmedi)

