Presiden Prabowo Tegas Larang Alih Fungsi Sawah, DPR: Ini Langkah Menjaga Kedaulatan Pangan

JAKARTA, TANIFAKTUAL.COM — Presiden Prabowo Subianto menegaskan larangan alih fungsi lahan sawah untuk kepentingan investasi dan urbanisasi. Kebijakan ini mendapat dukungan kuat dari anggota Komisi II DPR RI Fraksi Gerindra, Azis Subekti, yang menilai langkah Presiden merupakan bagian penting dari upaya menjaga kedaulatan pangan nasional.

Menurut Azis, Indonesia tidak bisa selamanya bergantung pada impor beras. Ia menekankan bahwa penurunan luas lahan produktif dapat berujung pada krisis pangan nasional jika tidak segera dikendalikan.

“Indonesia tidak bisa bergantung pada impor beras selamanya. Jika lahan-lahan subur terus berkurang, maka krisis pangan bukan sekadar ancaman global, tetapi bisa menjadi krisis nasional yang nyata,” ujar Azis dalam keterangan tertulisnya, Minggu (19/10/2025).

Azis menyebut bahwa menjaga sawah sama halnya dengan menjaga masa depan bangsa. Ia menyoroti bahwa dalam beberapa tahun terakhir, tekanan investasi dan urbanisasi membuat lahan-lahan produktif terus menyusut.

“Sikap Presiden Prabowo untuk memperketat larangan alih fungsi lahan sawah perlu mendapat dukungan penuh. Pernyataan Presiden bukan sekadar seruan moral, tetapi peringatan keras terhadap realitas lapangan,” tegasnya.

Berdasarkan data Kementerian ATR/BPN, Indonesia saat ini memiliki sekitar 7,38 juta hektar lahan baku sawah, namun luasannya terus terancam berkurang. Pemerintah menargetkan 87 persen dari total lahan tersebut dapat dikunci menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), yang artinya tidak boleh dialihfungsikan untuk kepentingan selain pertanian.

Namun, Azis mengingatkan bahwa lemahnya pengawasan dan celah hukum sering kali membuat kebijakan LP2B tidak berjalan optimal.

Lebih lanjut, Azis menyoroti bahwa akar masalah alih fungsi sawah bukan hanya soal izin, tetapi juga terkait sinkronisasi tata ruang dan integritas kebijakan daerah.

“Banyak daerah belum menyelesaikan pembaruan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang sejalan dengan peta Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) pemerintah pusat. Akibatnya, muncul tumpang tindih antara peta nasional dan rencana daerah,” jelasnya.

Menurutnya, kondisi ini sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memberikan izin investasi dengan alasan strategis, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap produksi pangan nasional.

Azis mengingatkan bahwa setiap hektar sawah yang hilang berarti kehilangan produksi pangan, lapangan kerja, dan stabilitas harga beras. Ia juga mengapresiasi ketegasan Presiden Prabowo dalam mengarahkan para kader Gerindra di legislatif dan pemerintah daerah agar menjalankan kebijakan tersebut secara disiplin dan konsisten.

“Lahan pertanian bukan sekadar bidang tanah, melainkan sumber kehidupan, kedaulatan, dan kehormatan bangsa. Semoga langkah tegas ini menjadi awal bagi kebijakan pertanian yang berkeadilan dan berkelanjutan,” pungkasnya.

Azis menegaskan bahwa kekuatan pangan Indonesia harus berpijak pada tanah sendiri dan tangan para petani. Dengan menjaga sawah dari alih fungsi yang tak terkendali, Indonesia diyakini dapat memperkuat fondasi menuju kedaulatan pangan nasional yang berkelanjutan.

Sumber : Kompas

(Emed Tarmedi)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bagikan Artikel

Artikel Lainnya

NASIONAL

Berita Pilihan

Kunjungi Kami

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Pemerintahan

Berita Populer